Festivalist, orang banyak berkata demikian menyebut mereka. Juga ada yang menyebut mereka di pesan singkat dengan FSTVLST. Entah kenapa sekelompok pendosa ini menarikku jauh kedalam lagi. Tak pernah diketahui perasaan itu apa, mungkin hanya jiwa kecintaan pada rock dalam aliran darah saja mengalir mengikuti laju iramanya. Ada yang bilang mereka sekedar ben, ada pula yang menyebut seniman yang berkarya. Bagiku tanpa membedakan hanya sekelompok pendosa bermain instrumen pembuat karya saja. Aku juga pendosa, wajar kalau kusebut mereka pendosa.
Aku bukanlah tipe yang MENUHANKAN sebuah seni pertunjukan, apapun itu namanya. Tak dapat dipungkiri perasaan itu memang kadang ada menyapa. Seperti halnya FSTVLST yang selalu mengusung setara, tak dapat kutahan tawa ketika dalam sebuah karnaval Farid Stevy Asta (Penyuara) mengambil bendera bertuliskan FESTIVALIST dan memasukan ke celana. Merekalah pembuat perbedaan diantara lainnya. Tak perlu berdandan ala apapun dan dengan meniru siapapun untuk menjadi festivalist. Tak memandang strata, kelas dan terserahlah alirannya, yang penting kita semua sama (=).
Menurutku mereka religius, atau mungkin hanya aku saja mengira. Setiap alunan lagunya terdengar seperti ayat-ayat suci dalam alkitab yang menenangkan. Bukan karena aku bermaksud merendahkan alkitab dan bukanlah pantas aku menyamakan, ya, mungkin hanya perasaan sendiri.
Sebenarnya aku tau orang-orang ini semasa masih menginjak SMA. Kurang lebih 4 tahun silam sejak kelulusanku. Namun dulu masih berupa gadis kecil nan manja Jenny. Alunan melodi dari Roby Setiawan (Pemetik Senar) selalu menantangku untuk mendapatkan suara yang sama. Kadang juga suara dari Farid Stevy Asta kutiru dengan original pita suara sendiri. Mereka berkarya dan memang apa daya ku suka.
Dari beberapa playlist yang kupunya, diantara lagu favoritku ada Mati Muda. Tembang menyeramkan yang selalu mengingatkanku pada hari akhir dan pembalasan. Kadang juga coba kuintip dan memainkan gitarku di Tanah Indah Untuk Para Terabaikan Rusak dan Tinggalkan, alangkah bahagia. Tak bisa berdusta, semua lagu mereka kuanugerahi diplaylist paling atas. Beberapa yang kumainkan dan coba sendiri ada juga Menantang Rasi Bintang, Manifesto, Only Way, hampir semua. Aku tak mau membahas deretan itu satu persatu. Karena memang bukan semestinya aku menjelaskan yang belum tentu. Sudahlah tunggu saja yang pasti terjadi.
Yang tak bisa terelakkan di akhir pekan hanyalah menunggu mereka mengobrak-abrik panggung sederhana. Seringkali aku dan beberapa pencerita menyempatkan melihat dan mendegar lagi. Terselip diantara pendosa lainnya, kadang hanya berdiri menyandarkan, atau mengangguk-angguk tanda bahagia. Setelahnya mungkin hanya dadaku membusung menghela, dan asap inspirasi kembali tertuang disini, dikepala ini. Betapa sederhana mendapat bahagia.
Aku hanya sebatas salah seorang teman pencerita, juga bagian dari festivalist diseluruh benua. Tak bermaksud membutakan pandangan dengan menjadikannya agama. Memang tak gampang dijabarkan, tak bisa diungkapkan dengan untaian kata. Entahlah, mungkin harus dengan mata sendiri menyaksikan dan menjadi festivalist.
Aku hanya sebatas salah seorang teman pencerita, juga bagian dari festivalist diseluruh benua. Tak bermaksud membutakan pandangan dengan menjadikannya agama. Memang tak gampang dijabarkan, tak bisa diungkapkan dengan untaian kata. Entahlah, mungkin harus dengan mata sendiri menyaksikan dan menjadi festivalist.
-Thanks to FSTVLST-